PURWA WACANA

Om Swastiastu,

Desa Pakraman Pedungan memiliki pengurus yang telah di pilih pada Sabtu, 26 Maret 2011 Dengan susunan pengurus sebagai berikut: Bendesa : Drs. I Nyoman Sumantra; Penyarikan: I Nyoman Subaga; Patengen : Drs. I Gusti Putu Loka, Patajuh Parhyangan : I Nyoman Jiwa Pande, S.Sos; Patajuh Pawongan : I Made Badra; Patajuh Palemahan : Ir. I Ketut Adhimastra, M.Erg; Kasinoman: I Made Suardana, SE

Om Santhi, santhi, santhi Om


Sabtu, 27 Agustus 2011

PENGABDIAN MASYARAKAT FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DWIJENDRA

Dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dibidang Pengabdian Masyarakat, pada hari Minggu 21 Agustus 2011 beberapa mahasiswa dan dosen Fakultas Teknik Universitas Dwijendra Denpasar mengadakan pertemuan di Gedung LPD Desa Pakraman Pedungan, Jalan Pulau Belitung 36 Denpasar. Kehadiran insan akademisi ini disambut oleh prajuru Desa Pakraman Pedungan.
Dalam penjelasan yang disampaikan oleh Ketua Program Studi Arsitektur FT UNDWI disampaikan bahwa tujuan daripada pertemuan ini adalah penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama tentang Kerjasama antara Fakultas Teknik Universitas Dwijendra dengan Desa akraman Pedungan. Kerjasama ini meliputi: Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian masyarakat. Hal ini berkaitan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan bertujuan bagi lembaga pendidikan untuk menunjukkan peran sertanya dimasyarakat dalam hal proses pembangunan di daerah pedesaan.
Dalam pertemuan ini diserahkan bantuan berupa Peta Wilayah Desa Pakraman Pedungan yang merupakan hasil suntingan dari internet (google earth) yang dicetak dalam kertas foto ukuran 120 cm x 200 cm, dan juga disampaikannya suatu gagasan dalam suatu presentasi oleh mahasiswa mengenai "EKO WISATA PEDUNGAN", juga disampaikan oleh Pembantu Rektor I Universitas Dwijendra kepada prajuru Desa Pedungan, bahwa dalam tahun ini kepada masyarakat Desa Pedungan diberikan kesempatan untuk mengajukan calon yang sudah siap diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Teknik sebanya 2 (dua) mahasiswa yang akan dibiayai oleh Pemprov.
Demikian acara pertemuan pengabdian masyarakat ini dilaksanakan di Gedung LPD Desa Pakraman Pedungan pada pukul 19.00 wita hingga pukul 20.30 wita.

MENJAGA KEBERSIHAN SETRA

Dalam usaha menjaga kebersihan setra di Desa Pakraman Pedungan, maka pihak Prajuru Desa mengambil inisiatif untuk melakukan pembersihan dengan cara memanfaatkan potensi atau inventaris yang dimiliki desa/kelurahan, yakni memanfaatkan mesin cukur yang telah dimiliki oleh Kelurahan Pedungan sebanyak 2 (dua) buah unit mesin cukur. Walau terkesan mendesak kegiatan ini dilaksanakan, namun menurut Jro Bendesa Desa Pakraman Pedungan masih mungkin dilaksanakan guna menghadapi waktu Evaluasi dan Pembinaan Desa Pakraman yang akan dilaksanakan pada bulan September 2011.

Senin, 08 Agustus 2011

Sikap Eksklusif Berlebihan Ganggu Kerukunan Beragama

Sikap eksklusif dan tertutup, baik dalam hubungan intern umat beragama maupun hubungan antarumat beragama dapat mengganggu kerukunan hidup beragama. Sikap semacam ini cenderung menganggap kelompok sendiri yang paling benar.

Hal itu diungkapkan Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Bali Drs. IGAK Suthayasa, M.Si. di sela-sela persiapan seminar kerukunan umat beragama, Selasa (9/8) ini. Seminar tersebut menghadirkan pembicara Drs. IGAK Suthayasa, M.Si. dengan topik Kebijakan Kementerian Agama dalam Membina Kerukunan, Prof. Dr. P. Windia (Resolusi konflik, model dan strategi), Drs. I Gede Jaya, M.Si. (Pemetaan Konflik), Drs. Ida Bagus Gede Wiyana (Mengelola Konflik Membangun Damai), Raka Santri, M.Ag. (Agama dalam Bingkai Konflik) dan Jero Gede Suwena, S.H. (Konflik dan Pendekatan), dengan moderator I Nyoman Arya, S.Ag., M.Pd.H.

Kasubag Hukmas dan KUB Kanwil Kementerian Agama Prov. Bali I Nyoman Arya, S.Ag. M.Pd.H. menyatakan, seminar ini rutin dilaksanakan setiap tahun sebagai program prioritas Kementerian Agama yaitu membina kerukunan umat beragama. Menurut Arya, yang juga sebagai penceramah agama, realisasi dalam membina kerukunan umat beragama melalui lima pilar yaitu pemeliharaan, peningkatan, pencegahan, penanganan dan rehabilitasi. Oleh karena konflik yang terjadi di kalangan umat beragama kerap merebak ketika cara pandang kelompok dan kepentingan yang lebih luas tidak sejalan. (08)

Mengajegkan Bali dari Kabupaten/Kota (14) Perda Kependudukan Sering Dilanggar

Mengantisipasi dampak negatif dari tingginya pertumbuhan penduduk akibat tingginya kaum migran, tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja. Penanganan masalah kependudukan, harus ada sinergi antarinstansi. Tidak cukup hanya dibebankan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Keterlibatan instansi terkait, seperti Dinas Tata Ruang dan Perumahan (DTRP) bisa dilibatkan, terutama soal pemanfaatan lahan. Bukan hanya itu, sinergi antara desa pakraman dan desa dinas juga sangat menentukan.

Ketua Forum Kades Denpasar Putu Tjawi mengungkapkan, sejatinya untuk pengendalian penduduk sementara sudah ada. Perangkat hukumnya yakni Perda No 3 Tahun 2000 sudah jelas mengatur dan mengantisipasi penduduk pendatang yang tidak jelas. Hanya, dalam implementasinya, regulasi yang ada tersebut sering bocor di lapangan. ''Ini saya kira pengawasan yang masih lemah, sehingga masih ada penduduk sementara yang mengantongi KTP tanpa memiliki KIPPS/Kipem,'' kata Kepala Desa Tegal Kertha ini.
Oleh karena itu, katanya, komitmen semua pihak untuk mengendalikan penduduk pendatang. Komitmen itu jangan sebatas wacana, namun harus diikuti dengan aksi yang berpegang pada aturan yang telah ada. Andaikata semua perangkat taat pada aturan, maka pengendalian penduduk di Denpasar tidaklah sulit.
Wakil Ketua DPRD Denpasar A.A. Ngurah Gede Widiada menyatakan pengendalian lonjakan penduduk adalah yang mutlak harus dilakukan. Di sinilah perlunya ada regulasi yang tepat dalam menangani dan mengerem jumlah pendatang atau pertumbuhan penduduk ke Denpasar.
Politisi Partai Golkar ini mengungkapkan, tingginya urbanisasi ke Denpasar tidak terlepas dari belum meratanya pembagian kue pembangunan yang ada di Bali. Ketimpangan laju pertumbuhan pembangunan secara jelas akan memicu migrasi penduduk dalam rangka mencari penghidupan. Terlebih, Denpasar yang juga sangat besar potensinya dalam bidang pariwisata, mengundang kaum urban mengadu nasib di kota ini. Bahkan, migrasi penduduk itu bukan saja antarkabupaten, namun juga antarprovinsi dan antarnegara.
Dalam pandangan tokoh muda Denpasar I Made Gede Rai Misno, persoalan yang dihadapi Denpasar dalam kependudukan sejatinya bisa ditangani dengan baik. Untuk mewujudkan ini, semua komponen pemerintah mulai dari aparat terbawah di lingkungan atau banjar, desa/kelurhan sampai ke dinas harus punya komitmen yang sama. Hal ini penting dilakukan, karena selain sebagai subjek pembangunan, manusia juga menjadi objek dari kebijakan yang akan dilakukan pemerintah. ''Pemerintah perlu punya data terkait dengan jumlah penduduk dan luasan daerahnya,'' sarannya.
Ia yang juga Ketua KPUD Denpasar ini mengatakan, dalam menangani masalah kependudukan serta sosial lainnya, pemerintah bisa saja melibatkan aparat di bawah, seperti para pecalang dan satgas di masing-masing desa. Otonomi yang ada di pemerintah kabupaten/kota bisa saja dlimpahkan ke masing-masing desa, sehingga tanggung jawabnya jelas. Bahkan, bila ada pertambahan penduduk baru, datanya akan tercatat di desa setempat.

Daya Dukung

Apa yang disampaikan Rai Misno ini mendapat apresiasi yang positif dari Sekretaris Daerah Kota (Sekkot) Denpasar A.A. Ngurah Rai Iswara. Mantan Kadis Koperasi dan UKM ini mengakui data kependudukan di Denpasar belum sepenuhnya sempurna. Bahkan, pihaknya mengatakan perlu dipikirkan pemetaan potensi yang dimiliki Denpasar, sehingga bisa menekan laju pertumbuhan penduduk. Selama ini, katanya, belum ada kajian yang menyangkut daya tampung Denpasar yang ideal, bila dikaitkan dengan jumlah penduduknya. ''Ini pemikiran yang cerdas, dan perlu disikapi dengan bijak,'' katanya.
Rai Iswara juga setuju dengan memberikan tanggung jawab kepada masing-masing pimpinan wilayah terkecil untuk ikut terlibat dalam menangani masalah kependudukan. Ia mencotohkan masalah gepeng di Sanur. ''Keterlibatan semua komponen masyarakat bersama Yayasan Pembangunan Sanur (YPS) mampu mengatasi keberadaan gelandangan dan pengemis (gepeng) di desa wisata itu. Sanur merupakan salah satu contoh dalam mengatasi masalah gepeng,'' ujarnya.
Sementara itu, kebijakan Pemkot Denpasar sebagaimana yang disampaikan Wakil Wali Kota IGN Jaya Negara dalam menangani masalah kependudukan, tetap mengacu pada keunggulan dan budaya kreatif. Artinya, penduduk yang besar harus dimanfaatkan untuk menjadikan tenaga kerja yang profesional, sehingga bisa aktif dalam sektor perekonomian yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. ''Kebijakan ini tidak terlepas dari kondisi realitas atas tingginya penduduk Denpasar yang menimbulkan berbagai persoalan sosial lainnya. Potensi yang ada harus mampu meminimalisasi tantangan yang muncul,'' katanya. (ara)

sumber: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=54839

Bendung Urban dengan Penguatan Awig-awig Desa Pakraman

Saat ini tingkat kepadatan penduduk Kota Denpasar mencapai 6.170 jiwa per kilometer persegi. Jumlah yang cukup luar biasa. Begitu derasnya arus migran ke Kota Denpasar, hingga desa pakraman didominasi oleh penduduk pendatang. Sebelum Bali tenggelam oleh ledakan pendatang yang tak terbendung, harus segera dicarikan solusinya, misalnya dengan menguatkan awig-awig desa. Demikian terungkap dalam acara Warung Global yang disiarkan Radio Global 96,5 FM, Senin (8/8) kemarin dengan topik, ''Penguatan Desa Pakraman''.



Pande di Pandak Gede berpendapat secara yuridis, desa pakraman disemangati oleh nilai agama Hindu yang secara esesial memformat desa pakraman untuk mampu merangkul krama untuk hidup berdampingan secara damai. Secara de facto, kondisi itu tidak bisa terwujud karena mereka yang datang tanpa identitas yang jelas dengan membeludak, sehingga proses adaptasi tidak bisa berjalan dengan baik seperti format yang direncanakan.

''Implikasinya adalah terjadi pembauran yang dipaksakan dan akhirnya memunculkan budaya baru yaitu budaya semi Barbarian,'' katanya. Fakta inilah yang terjadi saat ini yang membebani desa pakraman. Lebih jauh dia mengatakan kondisi ini sangat sulit dihadapi. Ibarat tanggul keropos yang hantam air bah sehingga tanggulnya jebol dan menghantam pemukiman di bawahnya, hingga tergerus banjir bandang. Penguatan desa pakraman akan terjadi apabila krama yang ada di dalamnya dengan segala tingkatan akan menjadi konsisten dengan ajaran agama melalui pemahaman yang harus banyak belajar tentang kesejatian diri. Jika tidak semua berpikiran tendensius, pragmatis dan materialistis justru yang akan terjadi adalah sebaliknya.

Menurut Yasa di Bukit, untuk penguatan desa pakraman mestinya ada beberapa faktor yang harus disepakati bersama yaitu, tetap melakukan sistem gotong royong, sebagai orang Hindu harus saling menghormati adat istiadat desa lain dan selalu melakukan pembinaan terhadap pemahaman agama. Jika itu sudah berjalan maka diharapkan hal tersebut dapat membendung membeludaknya penduduk pendatang. Tinggal Apakah mereka mampu beradaptasi atau tidak.

Dari sejarah yang dialami Jodog di Denpasar, desa pakraman di Denpasar bukan saja didatangi warga luar Bali, juga dari Bali sendiri. Mereka datang memadati desa adat. Sebagai sesama warga Bali mereka diterima dengan sejajar sehingga keberadaan mereka melebihi warga wed (warga asli). Lama- kelamaan penduduk asli menjadi tersingkirkan. Barulah akhirnya dibuatkan aturan. Siapapun boleh datang, namun dibatasi oleh aturan-aturan. Warga wed memiliki hak suara penuh.

Jika sekarang aturan desa pakraman dikuatkan dasarnya apa? Karena berpatokan kepada NKRI penduduk Indonesia boleh tinggal di mana saja dan dilindungi undang-undang. Maka akhirnya muncul klian adat dan klian dinas. Warga banjar adat memiliki hak penuh terhadap aset dan warisan banjar, seperti bale banjar, sedangkan warga pendatang hanya dalam kedinasan saja.

Menurut Gede Biasa di Denpasar, desa pakraman di Bali sebenarnya sudah memilki konsep untuk ketahanan desa pakraman yang sangat kuat. Hal ini dapat dilihat, ketika bentrok dengan desa lain, atau berebut aset desa mereka dengan kompak akan membela desanya. Seperti dalam kasus tapal batas dan bentrok masal antarbanjar. Sayang hal itu hanya bersifat ke dalam. Belum memiliki konsep keluar. Secara indvidu juga perlu pemahaman penguatan mental sehingga mereka tidak mudah terbawa dan menerima arus dari luar. (kmb)

sumber: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=54831

Senin, 01 Agustus 2011

I WAYAN BUNTIK (I MADE DIBIA) TOKOH PENDIDIKAN PEDUNGAN TELAH BERPULANG


Salah satu tokoh Pendidikan dan tokoh yang punya andil besar dalam pembangunan di desa Pedungan adalah I Wayan Buntik. Kini beliau telah berpulang, meninggalkan seorang istri (Ni Wayan Rubik) serta 5 (lima) orang putra/putri dan beberapa cucu-cucu. Prajuru Desa bersama-sama Karyawan LPD Desa Pakraman Pedungan melayat ke rumah duka hari Senin 1 Agustus 2011. Kepada Prajuru, I Nyoman Astika (putra kedua dari Almarhum Bapak I Wayan Buntik) menjelaskan bahwa rencana prosesi pitra Yadnya akan dimulai hari Selasa 2 Agustus dan puncak upacara pengabenan adalah Rabu 3 Agustus 2011. Semasa hidupnya, Bapak I Wayan Buntik merupakan pendiri Yayasan Dharmawiweka juga ikut membidani kelahiran BPR Pedungan maupun LPD Desa Pakraman Pedungan. Hal tersebut juga yang disampaikan oleh Ketua LPD Desa pakraman Pedungan pada saat melayat ke rumah duka. Istri beliau Ni Wayan Rubik menyatakan menjelang kepergiannya