PURWA WACANA

Om Swastiastu,

Desa Pakraman Pedungan memiliki pengurus yang telah di pilih pada Sabtu, 26 Maret 2011 Dengan susunan pengurus sebagai berikut: Bendesa : Drs. I Nyoman Sumantra; Penyarikan: I Nyoman Subaga; Patengen : Drs. I Gusti Putu Loka, Patajuh Parhyangan : I Nyoman Jiwa Pande, S.Sos; Patajuh Pawongan : I Made Badra; Patajuh Palemahan : Ir. I Ketut Adhimastra, M.Erg; Kasinoman: I Made Suardana, SE

Om Santhi, santhi, santhi Om


Minggu, 26 Juli 2009

PEMBANGUNAN PURA PERTAMA DI EROPA

Pada hari raya Kuningan yang jatuh pada tangggal 30 Agustus 2008 yang lalu, umat Hindu Indonesia di Jerman merayakannya secara bersama di Hamburg. Upacara sembahyang dipimpin oleh Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi, yang datang dari Bali beberapa hari sebelumnya.

Pada hari Kuningan ini, umat Hindu berdatangan dari segala pelosok negara Jerman, dan bahkan ada yang menempuh jarak 800 km untuk menghadiri hari istimewa ini. Para anggota Nyama Braya Bali membagi tugasnya secara komunal seperti layaknya di Bali. Pembagian tugas dari pembuatan upakara yang dipimpin oleh Nyoman Sukayahadi hingga memimpin Gamelan oleh I Wayan Pica. Semua pihak sibuk berhari-hari untuk menyukseskan acara ini.

Pada kesempatan ini, Bhagawan Dwija memberikan wejangan tentang Tri Hita Karana, keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, dengan sesama , dan dengan Alam. Selain itu sebagai pembimbing Rohani umat Hindu di Jerman, Bhagawan Dwija juga memberi pesan kepada umat Hindu asal Indonesia, agar berterimakasih kepada negara Jerman, dan dapat melanjutkan hubungan baik yang telah ada. Juga menghimbau pada orang Jerman yang banyak hadir di upacara itu, agar dapat diterima sebagai saudara sendiri, sehingga dapat terjalin hubungan persaudaraan di perantauan walau berbeda bangsa.

Selain memimpin upacara hari Kuningan ini, kedatangan Bhagawan Dwija juga untuk melaksanakan upacara „ menanam pedagingan“ suatu upacara dalam rangka perletakan batu pertama pembangunan Pura di Eropa. Pemerintah kota Hamburg melalui Museum für Völkerkunde telah mengijinkan Pura ini dibangun di depan gedung museum yang megah.

Sebelum inisiatif ini, umat Hindu Bali/ Indonesia belum memiliki bangunan suci. Oleh karena itu merasa sangat terharu dan berterimakasih karena tempat suci dalam bentuk Pura Jagad (umum) yang belum pernah ada di benua Eropa, dapat diwujudkan di Hamburg.

Pura ini bisa diraih dengan adanya kerjasama yang baik dari pihak museum di Hamburg, dengan Bali selama bertahun tahun. Selain Pura ini, sejak tahun 2004 museum ini memiliki pameran tetap yang besar dengan tema Bali. Pembiayaan pembangunan Pura ini didanai oleh seorang sponsor Jerman yang tak bersedia disebutkan namanya, yang belum pernah ke Bali tetapi merasa memiliki hubungan spiritual yang kuat dengan Bali.

Perjuangan dan kerja keras masyarakat Indonesia, khususnya Bali ini di pelopori oleh Luh Gde Wirahmini, yang dengan kerja kerasnya serta kegigihan semua umat , Akhirnya keinginan ini semakin dekat menjadi kenyataan. Pembangunan Pura ini akan memakan waktu kira-kira setahun, yang dipimpin oleh Undagi I Nyoman Arthana

Semua ini dapat terlaksana tidak lepas dari peranan komunikasi melalui media Internet. Sejak dua tahun yang lalu umat Hindu Jerman memiliki sebuah komunitas banjar maya di Internet yang diorganisasi oleh Gusti Putu Alit Aryani. Melalui media ini maka komunikasi dan koordinasi baik dalam urusan pembangunan pura ataupun persiapan upacara dapat dilakukan secara lebih mudah dan cepat.

(Nyama Braya Bali di Jerman)
Gallery foto dapat anda kunjungi di http://nyamabrayabali.multiply.com/photos/album/17/Hari_Raya_Kuningan_2008_-Hamburg

Senin, 20 Juli 2009

KUNJUNGAN PENGANTIN




















Di Bali biasa ada kunjungan pengantin bilamana salah satu warganya melakukan pernikahan. Pada hari minggu tanggal 19 Juli 2009 salah satu karyawan LPD Desa Pedungan yakni Nyoman Sudarta mempersunting seorang dara dari Banjar Abian Tegal. Pelaksanaan pawiwahan/pernikahan secara tradisi Bali dilaksanakn pagi harinya. Seperti biasanya kunjungan diadakan oleh para karyawan LPD beserta segenap prajuru desa pakraman ke rumah pengantin pada malam harinya. Pada malam berbahagia ini terasa suasana meriah dan kebahagiaan menyelimuti rumah mempelai.

Rabu, 15 Juli 2009

Geruh, Penerima penghargaan K. Nadha Nugraha 2008

Narasumber Pegambuhan
Penerima penghargaan K. Nadha Nugraha 2008 lainnya adalah I Gede Geruh (1915-1996), seniman gambuh asal Banjar Puseh, Pedungan, Denpasar. Geruh dikenal sebagai seniman alami. Menurut Made Wetra, cucu Geruh, ia menjadi narasumber tari pegambuhan. Ketika masih muda Geruh memang sanggup memerankan semua tokoh yang ada dalam seni pegambuhan.

Geruh kerap diminta masyarakat untuk mengajarkan tari Gambuh sampai ke desa-desa lainnya di Bali. Ia juga senang mengajarkan tari Gambuh kepada siapa saja yang berminat, termasuk para mahasiswa asing yang mendalami tari Bali. Ia juga pernah menjadi dosen luar biasa di STSI Denpasar.

Geruh tercatat sebagai salah seorang yang berjasa gemilang menghidupkan kembali denyut Gambuh Pedungan sejak 1967. Dia tak pernah lelah melatih kaum muda di desanya agar mencintai kembali tari klasik yang berkembang di sana sejak tahun 1930-an itu.
disunting dari situs http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=5407

Gede Geruh: Mahaputra Gambuh Badung Putra-putri Tradisi Utama Bali (32)

Artikel mengenai Geruh dengan Gambuhnya ini disunting dari situs http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/8/31/ap4.html
BERUNTUNGLAH Bali punya mahaputra bernama I Gede Geruh. Dari lelaki yang diperkirakan lahir tahun 1915 di Banjar Puseh, Desa Pedungan, Badung, inilah tari klasik tertua Bali, Gambuh, kelak bisa direkonstruksi, lalu masuk ke dalam kurikulum lembaga pendidikan seni formal di Bali. Untuk keperluan itu, praktis Geruh adalah mata air tunggal seni tari Gambuh bergaya Badung, Bali Selatan, menyusul meninggalnya I Gede Dunia, pasangan menari Geruh, tahun 1967.

Padahal, tahun itulah Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI, lalu berubah menjadi STSI, dan kini ISI) didirikan di Denpasar, dan lembaga inilah sejak awal dasawarsa 1970-an berkesadaran merekonstruksi tari Gambuh dengan narasumber utama I Gede Geruh. Dari sini Geruh lantas diangkat sebagai dosen luar biasa ASTI Denpasar untuk tari pagambuhan, hingga kelak melahirkan tari Gambuh beriringkan gamelan Semara Pagulingan. Namanya: Gambuh Anyar, dimaksudkan sebagai jembatan awal bagi generasi baru Bali buat memasuki seni tari Gambuh yang sebenarnya rumit dengan musik khas pagambuhan ini.

Maka ketika tahun 1996 sang mahaputra Gambuh Badung itu berpulang karena rajaman sakit uzur, lumpuh, dengan indera penglihatan dan pendengaran mati total, sejatinyalah Bali tak cuma kehilangan satu orang penduduk. Kehilangan Geruh bagi Bali sama saja dengan kehilangan satu mata air bening murni dengan debit tiada terukur besarnya. Ia, bersama I Gede Dunia, dan peniup seruling I Ketut Mertu, sesungguhnya sama dengan kitab ensiklopedi tari yang tidak terhitung ketebalan halaman-halamannya, tidak tereja habis susunan aksara-aksaranya, meskipun saban hari dibaca, dibaca, dan terus dibaca.

Dalam kurun dua hingga setahun sebelum dia berpulang, kami beberapa kali menjumpainya di gubuknya yang ---untuk ukuran saat itu pun--- amat sangat sederhana: reyot, miring ke kiri, atap-atapnya kerap bocor. Di dinding bedeg-nya terselip begitu saja beberapa lembar penghargaan, tanpa bingkai, bahkan ada tanpa tulisan. Lembar-lembar penghargaan ini praktis tidak berarti apa-apa bagi sang mahaputra yang tidak bisa baca-tulis model sekolahan ini, entah aksara Latin maupun aksara Bali. Dia memang tidak sempat mengenyam bangku lembaga pendidikan formal sekolahan, selain latihan menari di bale banjar sejak usia enam tahun dari dua gurunya, penari Gambuh Pedungan: I Nyonggol dan I Totong. Namun, sebagai seniman alam dia memiliki kepekaan lebih, membaca dan mendengar dengan kepekaan dan ketajaman hati.

Di dalam gubuk teronggok dipan dengan tikar pandan lusuh. Bantalnya hanyalah seonggok gelontoran kayu. Di sanalah hari-hari selepas rembang petang Geruh merebahkan raganya yang saban hari kian uzur digerus usia. Manakala matahari telah beranjak meninggi di ufuk timur, dia pun menggeliat, bangun, lalu menuju bale banjar, atau ngorta ngangin kauh di warung di sekitar bale banjar. Hingga satu dasawarsa sebelumnya, bale banjar bagi Geruh adalah kampus-raya sekaligus laboratorium paripurna buat menimba, lalu mengakarkan, membiakkan, dan memekarkan Gambuh Pedungan. Geruh-lah orang yang berjasa gemilang menghidupkan kembali denyut Gambuh Pedungan sejak 1967. Dia tiada letih melatih kaum muda di desanya agar mencintai kembali tari klasik yang berkembang di sana sejak dasawarsa 1930-an itu.

"Bapa hanya punya satu pamerih sepanjang hidup, bagaimana agar Gambuh tidak mati di Pedungan. Kalau itu sudah tercapai, Bapa siap, kapan pun Ida Batara memanggil pulang, mulih ka gumine wayah," tuturnya suatu kali selepas senja, dalam bahasa bali tegas, amat bersungguh-sungguh.

Berserah hidup penuh total-menyeluruh pada tari Gambuh itu memang pilihan tunggal Geruh. Pragina, menjadi penari Gambuh, itulah profesi pertama sekaligus terakhirnya. Tiada lain. Dengan Gambuh-lah Geruh sejatinya beribadah kepada sang Mahasumber Hidup, sesama, juga melakukan ibadah peradaban. Maka menyebut nama Geruh, orang-orang yang mengenalnya pun otomatis akan teringat pada Gambuh, tiada ingatan lain lagi.

Orang teramat jarang menyinggung perihal garis keluarganya, kecuali para murid binaannya dalam seni tari Gambuh. Dia memang tiada ubahnya mata air yang menyembul begitu saja dari dasar perut bumi dengan segenap kebening-jernihannya yang tulus, murni. Maka begitu melihat mata air itu, orang pun sontak spontan ingin mereguk sepuas-puasnya, sedalam-dalamnya, buat menghilangkan rasa dahaga masing-masing. Mata air itu pun tiada letih mengalirkan kesejuk-beningan kepada setiap orang yang datang mereguk, menimbanya, entah orang sekitar, orang lokal, maupun orang asing dari negeri yang tiada pernah dia pedulikan.

Saban kali orang datang bertanya padanya, menimba ilmu darinya, Geruh tiada pernah menolak, memang. Dia senantiasa berbinar girang manakala ada mengajaknya berbincang perihal Gambuh, memintanya memperagakan penggalan-penggalan agem Gambuh berwatak keras yang amat digemarinya. Dia pun menggerak-gerakkan tangan, badan, kaki, juga kepalanya dengan amat bertenaga. Hentakan napasnya kukuh, terukur. Warna suaranya berat, penuh wibawa, melantunkan nyanyian pagambuhan, melontarkan dialog-dialog dalam bahasa Jawa Kuna, tegas dan jelas. Saat begitu seakan dia lupa, betapa tubuh ragawinya sesungguhnya telah renta, lebih tua tinimbang Gambuh Pedungan. "Bayune cara sedeng gedena," dia membayangkan jiwa dan tenaganya yang senantiasa muda. Dalam dirinya roh Gambuh gaya Badung tiada henti bedenyut, memang. Hingga hari-hari menjelang berpulang pun dia masih sanggup memberikan penjelasan perihal Gambuh kepada para peneliti yang tiada henti berdatangan.

Boleh jadi karena daya debit air yang dialirkan Geruh sebagai mata air begitu kuat, besar, orang lantas tiada merasa khawatir: suatu saat kelak, sang mata air bakal berhenti berdenyut, karena sang Ibu Semesta yang menyembulkannya ingin segera mendekapnya kembali ke rahim kalbu terdalam. Entah berapa banyak orang, pihak, maupun lembaga benar-benar peduli dan merasa kehilangan mata air sang mahaputra itu, kini. Padahal, dengan mendalami Gambuh, Geruh sesungguhnyalah telah mengajak anak-anak Bali zaman sesudahnya agar pulang kembali ke dasar, ke akar muasal segenap tarian. Itulah gambuh: gerak tarian kosmis Ibu Alam Semestaraya.
I Made Prabaswara

PENGETAHUAN TENTANG MMO

Dalam label agenda rapat (RAPAT TRIWULAN KEDUA 2009)
di situs desa pedungan terungkap rencana PT Indonesia Power yang akan memperluas areal pembangunan guna penambahan kekuatan/daya Listrik 120 MW, bagi warga sekitar proyek ini kiranya perlu didalami lebih lanjut mengenai apa itu bahan bakar MMO,
1. Kali ini diperoleh artikel di situs http://www.ccitonline.com/mekanikal/tiki-read_article.php?articleId=58
Pelumas mineral adalah semua pelumas yang dihasilkan dari refinery minyak bumi. Yaitu dari pengolahan lanjut long residue yang merupakan fraksi berat hasil destilasi minyak mentah jenis parafinik ataupun naphtenik. Disebut long residue karena residu ini masih dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan base oil. Pengolahan long residue menjadi base oil yang populer dilakukan adalah melalui proses Solvent Refining. Tahapannya adalah sebagai berikut :
a. High Vacuum Distillation
Dalam proses ini, fraksi long residue di destilasi di dalam kolom yang bertekanan rendah atau vakum. Tujuan dari proses ini adalah untuk memisahkan fraksi minyak pelumasnya. Fraksi-fraksi lanjutan yang dihasilkan dalam distilasi vakum ini berturut-turut adalah :
• SPO (Spindle Oil)
• LMO (Light Machine Oil)
• MMO (Medium Machine Oil)
• BO (Black Oil) atau Short Residue (SR)
Unit yang melaksanakan proses ini disebut High Vacuum Unit (HVU). Pada prinsipnya HMU tidak berbeda dengan proses distilasi biasa, dimana pemisahan fraksi demi fraksi dilakukan berdasarkan titik didih masing-masing hidrokarbon dalam fraksi tersebut. Karena long residue memiliki titik didih tinggi maka pelaksanaannya harus dilakukan dengan tekanan hampa (vakum).
2. Dan kita perlu juga mengolah informasi berikut dari http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2005/10/07/brk,20051007-67654,id.html
Kerugian Akibat Pencemaran Udara Jakarta Rp 1,8 Triliun
Pencemaran udara di Jakarta selain merusak lingkungan dan kesehatan, juga merugikan secara ekonomi. Hasil kajian Bank Dunia menemukan dampak ekonomi akibat pencemaran udara di Jakarta sebesar Rp 1,8 triliun.

Jumlah itu, menurut Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber Bergerak Kementerian Lingkungan Hidup, Ridwan D. Tamin, akan membengkak menjadi Rp 4,3 triliun pada 2015.

Penduduk Jakarta, kata dia, hanya menikmati udara sehat selama 25 hari, sedangkan sisanya berada dalam kategori tidak sehat. “Penyumbang terbesar pencemaran tersebut adalah kendaraan bermotor,” katanya saat membuka dialog “Biodiesel: Peluang dan Tantangan”, di Hotel Mandarin Oriental, Kamis (6/10).

Minggu, 12 Juli 2009

PIPIS BOLONG UNTUK UPAKARA YADNYA

Pipis Bolong atau Jinah Bolong di Bali biasa dipergunakan buat upakara Yadnya. Pipis=Jinah=uang, begitu biasanya disebut benda sakral ini, sakral karena diperuntukkan dalam upakara Yadnya misalnya dipakai Akar Banten, Lis, Orti, Pedagingan dan sebagainya. Kalau dilihat dari bentuknya dapat dibedakan: Uang Koci, Wadon, Lanang-wadon, Pis Jepun, dan lain-lain. Kalau bahannya memberikan makna yang menyiratkan nilai spiritual, misalnya:
1. Besi, adalah kekuatan Dewa Wisnu berwarna hita dengan lokasi sesuai pangider-ider bua
na adalah di utara
2. Perak, adalah kekuatan Dewa Iswara berwarna putih dengan lokasi sesuai
pangider-ider buana adalah di Timur (purwa)
3. Tembaga,
adalah kekuatan Dewa Brahma berwarna merah dengan lokasi sesuai pangider-ider buana adalah di Selatan (Daksina)
4.Kuningan,
adalah kekuatan Dewa Mahadewa berwarna kuning dengan lokasi sesuai pangider-ider buana adalah di Barat (pascima)
5. Emas,
adalah kekuatan Dewa Siwa berwarna-warni dengan lokasi sesuai pangider-ider buana adalah di Tengah.
PIPIS BOLONG ini diproduksi oleh Industri Uang Kepeng "PANDE SARI" yang berada di Jl. Dukuh Pasirahan, bagi yang berminat untuk memesan Uang kepeng atau pipis bolong ini bisa menghubungi pemiliknya I Nyoman Jiwa atau dapat hubungi Hp: 087860626396

MAKNA huruf/aksara yang ada pada pipis bolong
Dalam uang kepeng/pipis bolong ada tulisan Bali sebagai berikut:

(Sa, Ba, Ta dan A)


Sa, singkatan Sadhyatata. Ba, singkatan dari Bamadewa. Ta, singkatan dari Tatpurusha sedangkan A, singkatan dari Aghora

Dan ada pada sisi satunya terdapat tulisan berikut:

(Ang dan Ah)



Aksara Ang dan Ah merupakan simbol dari Rwa Bhinneda,pradana-purusa dan pertiwi-akasa. Ang itu melambangkan wanita, dan Ah melambangkan ke-lanang-an. Oleh karenanya posisi aksara Ah di letakkan pada sisi atas, sedangkan aksara Ang di letakkan pada sisi bawah.

Selasa, 07 Juli 2009

INDUSTRI UANG KEPENG, ASUHAN LPD PEDUNGAN

LPD Pedungan, sebagai lembaga desa pakraman Pedungan berkewajiban menyangga setiap aktivitas masyarakatnya yang bergerak dibidang ekonomi pembangunan pedesaan. Salah satu asuhan kegiatan ekonomi kerakyatan yang menjadi binaan LPD Pedungan adalah "Industri Uang Kepeng Pande Sari" yang beralamat di Jalan Pulau Moyo - Banjar Dukuh Pasirahan - Pedungan. Menurut Bapak Nyoman Jiwa, pemilik usaha ini menyatakan bahwa usaha ini masih merupakan rintisan, sebagai suatu usaha rintisan diharapkan kedepan produk-produk dari Industri Uang Kepeng Pande Sari dapat diminati masyarakat terutamanya oleh masyarakat pedungan serta oleh khalayak lainnya. Sampai saat ini, lanjut keterangan Nyoman Jiwa, pendanaan usaha Industri Uang Kepeng Pande Sari masih dibantu dibina oleh lembaga keuangan desa yakni LPD Pedungan.
Sedangkan hasil atau produk uang kepeng dari Industri Uang Kepeng Pande Sari sudah dipergunakan sebagai bahan "Mendem Pedagingan" di Pura Dalem Desa Sanur Kauh dalam karya Melaspas lan Ngintig Linggih.

GAMBUH KESENIAN SPEKTAKULER


Tari gambuh di desa Pedungan sudah ada sejak dahulu (kapan....??) menurut bapak Wayan Sukana Ketua Widya Sabha Pedungan dapat dilacak sejak kompyang beliau (berarti bapak dari kakeknya), kalau dihitung-hitung mendekati dua ratus tahun yang lalu. Lalu, siapa yang dikenal sebagai maestronya untuk di Pedungan (sebab, ada juga gambuh Batuan, gambuh buleleng, dll). Nampaknya disepakati bahwa Bapak Wayan Geruh adalah maestronya. Untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang Gambuh - Geruh ikuti situs-situs berikut ini:

1. Tentang Gambuh : http://openlibrary.org/b/OL3742566M/Gambuh

The heart of the dramatic spectacle of a gambuh performance is not so much the plot unfolding as the continuous presentation of its illustrious dramatic personae, always preceded and accompanied by their attendants, who translate the ancient Javanese court language, Kawi, into Balinese for the audience.

Gambuh is performed in only a pocketful of villages today, including, Batuan and Pujung in Gianyar, Pedungan in Denpasar, Anturan in Buleleng, Budakeling in Karangasem and Tumbak Bayu in Badung.

2.di-http://www.tourismindonesia.com/2008/07/gambuh-classical-dance-drama-of-bali.html

3. Berita di http://www.youtube.com/watch?v=nPLNX12bxtA tentang Geruh dengan title: You Tube – danse Gambuh PRABU KERAS Pak Geruh – Mozilla Firefox

TronOriataDominique October 05, 2008

Want to Subscribe?
Sign In or Sign Up now!

Le théâtre Gambuh est chanté dans la langue ancienne de Java dont il est originaire. Pak Geruh avait été organisateur de gambuh au palais de Badung, au début du XXème siècle.Là il danse en 1982 à Pedungan, Bali, avec le gending Godeg Miring le rôle du roi keras, un caractère exprimant la dureté

juga ini: http://videos.todochistes.net/pedungan/

atau ikuti Saran kami: cari di google ketik – geruh pedungan gambuh dance – lalu telusuri, maka akan diperoleh tidak kurang dari 100 berita tentang geruh pedungan gambuh dance. Tapi cukup disayangkan, karena setiap video mengenai geruh pedungan gambuh dance senantiasa sulit (lama) untuk diownload.



Minggu, 05 Juli 2009

RENOVASI PEMPATAN AGUNG TAHUN 2006

Suatu kewajiban bagi sebuah desa pakraman untuk memperbaiki tugu di Margi Agung Desa atau biasa dikenal sebagai Pempatan Agung, dimana di tempat ini merupakan pusat desa dalam melaksanakan ritual rutin yakni di sasih kapitu (macaru desa)
































Sabtu, 04 Juli 2009

PAVINGISASI DI PURA PUSEH

Berkaitan dengan bantuan Pemprov untuk mengadakan kegiatan dibidang palemahan, maka alokasi dana bantuan tahun 2008 di arahkan ke Pura Puseh dalam bentuk Pavingisasi gang di sebelah barat Pura Puseh, yakni jalan atau gang menuju ke rumah tinggal Mangku Pura Puseh






Kondisi sebelum dipasang paving






Setelah dipasang paving



















Ketika pemasangan dilakukan hingga seluruh bagian barat pura Puseh, yakni daerah gang menuju rumah mangku Pura Puseh sudah dipaving





PEMBANGUNAN DI PURA DALEM PAKERISAN

Ada beberapa kegiatan pembangunan di Pura Dalem Pakerisan pada tahun 2007 - 2008, yakni:
1. BALE PANCA RESI (di Merajapati)
2. TUGU MERAJAPATI
3. BALE BARONG (di Jeroan Pura Dalem Pakerisan)
4. PANYENGKER TAMAN (di Madya Mandala)
5. BALE SAKA 6 (di Madya Mandala)

Gambar Lokasi pembangunan di Pura Dalem Pakerisan















Rencana pembangunan di rapatkan terlebih dahulu dengan pengempon Pura Dalem Pakerisan, Paruman (rapat) ini disaksikan pula Bapak Lurah Desa Pedungan.







Tugu Merajapati direnovasi dengan batu bata press,









Interior Bale Panca Resi yang letaknya dikembalikan dengan posisi semula yakni di sisi utara areal Merajapati







Tembok Pura Taman di