PURWA WACANA

Om Swastiastu,

Desa Pakraman Pedungan memiliki pengurus yang telah di pilih pada Sabtu, 26 Maret 2011 Dengan susunan pengurus sebagai berikut: Bendesa : Drs. I Nyoman Sumantra; Penyarikan: I Nyoman Subaga; Patengen : Drs. I Gusti Putu Loka, Patajuh Parhyangan : I Nyoman Jiwa Pande, S.Sos; Patajuh Pawongan : I Made Badra; Patajuh Palemahan : Ir. I Ketut Adhimastra, M.Erg; Kasinoman: I Made Suardana, SE

Om Santhi, santhi, santhi Om


Kamis, 10 Desember 2009

CARU SASIH KE- 6 DI DESA PEDUNGAN




























Catatan Foto (dari atas ke bawah - dari kanan ke kiri):
1. Foto Pemangku (Kak Toko) menghaturkan tawur disore hari di pertigaan desa;
2. Foto Mangku Sarin Peken menghaturkan sesajen untuk mengawali tabuh-rah;
3 dan 4 Foto pada saat Unen-unen Ida Betara tedun ke pertigaan Desa Pedungan, di malam harinya

Pada hari S
elasa atau Anggara kasih wuku Tambir yang jatuh pada tanggal 8 Desember 2009, Ida dane krama desa Pakraman Pedungan melaksanakan upacara Pecaruan di pertigaan desa (disebut juga sebagai perempat agung desa). Sesuai dengan hasil rapat para Prajuru Banjar serta Prajuru Desa Pakraman Pedungan diawal tahun 2009, telah disepakati untuk melaksanakan tawur (Caru) sasih ke - 6 pada tanggal 8 Desember 2009. Tindaklanjut dari rencana tawur sasih ke - 6 ini kepada masing-masing banjar disarankan agar mengumumkan kepada masing-masing warga banjarnya untuk nancebang sanggah cucuk (memasang sanggah cucuk) didepan rumahnya pada hari Anggara Kasih wuku Tambir ini, selanjutnya pada sore harinya masing-masing warga banjar nunas tirta tawur ke banjar (sebelumnya pihak prajuru banjar nunas tirtta terlebih dahulu ke desa). Makna umum daripada CARU yang tergolong upacara Butha Yajña, adalah: Yajña ini dilangsungkan manusia dengan tujuan membuat kesejahteraan alam lingkungan. Dalam Sarasamuscaya 135 (terjemahan Nyoman Kajeng) disebutkan, untuk mewujudkan Catur Warga, manusia harus menyejahterakan semua makhluk (Bhutahita).

"Matangnyan prihen tikang bhutahita haywa tan mâsih ring sarwa prani."

Artinya:

Oleh karenanya, usahakanlah kesejahteraan semua makhluk, jangan tidak menaruh belas kasihan kepada semua makhluk.

"Apan ikang prana ngaranya, ya ika nimitang kapagehan ikang catur warga, mâng dharma, artha kama moksha."

Artinya:

Karena kehidupan mereka itu menyebabkan tetap terjaminnya dharma, artha, kama dan moksha.

Di dalam Agastya Parwa ada disebutkan tentang rumusan Panca Yajña dan di antaranya dijelaskan pula tujuan Butha Yajña sbb:

"Butha Yajña namanya tawur dan mensejahterakan tumbuh-tumbuhan."

Dalam Bhagavadgita III, 14 disebutkan, karena makanan, makhluk hidup menjelma, karena hujan tumbuhlah makanan, karena persembahan (yajña) turunlah hujan, dan yajña lahir karena kerja.

Dalam kenyataannya, kita bisa melihat sendiri, binatang hidup dari tumbuh-tumbuhan, manusia mendapatkan makanan dari tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dengan demikian jelaslah, tujuan Butha Yajña melestarikan lingkungan hidup, yaitu Panca Maha Butha dan sarwaprani. Petikan artikel di atas menekankan pada makna umum daripada CARU, sedangkan untuk Caru yang dikaitkan dengan caru pada saat sasih ke - 6 memiliki makna tertentu, apalagi di desa Pakraman Pedungan ada beberapa jenis pelaksanaan pecaruan seperti:
  1. Caru pada sasih ke - 6 yang dilaksanakan di peteluan desa
  2. Caru pada sasih ke - ... yang dilaksanakan di tepisiring desa pakraman Pedungan
  3. Caru pada masing perempatan atau pertigaan banjar di lingkungan desa pakraman Pedungan
Keunikan masyarakat pakraman Pedungan dalam hal melaksanakan pecaruan memang membutuhkan pemahaman lebih lanjut agar umat atau masyarakat tidak sekedar melaksanakan upacara namun tidak memahami makna yang terkandung dibalik tujuan luhurnya.

BUDA CEMENG MERAKIH PUJAWALI DI PURA PENATARAN PESANGGARAN



Kegiatan rutin Desa Pakraman Pedungan di tahun 2009 ini salah satunya adalah mengiringi Unen-unen Ida Betara Dalem Lunga ke pura Penataran Pesanggaran yang jatuh pada dina Rabu 2 Desember 2009, yang mendapat tugas nyanggra atau menyelenggarakan kegiatan ini adalah Krama Banjar Kepisah, Pengemong, Pemangku, Pemaksan Pura Dalem Pakerisan, Prajuru Banjar lan Prajuru Desa sebagaimana telah tertuang dalam jadwal kegiatan rutin Desa Pakraman Pedungan. Menurut keterangan Bapak Nyoman Jiwa (salah satu keluarga pengemong Pura Penataran Pesanggaran) Pura Penataran ini memang di emong oleh keluarganya dan mulai menjadi parhyangan yang disiwi oleh masyarakat umum semenjak pembangunan pelabuhan Benoa, ini berarti sewaktu jaman penjajahan Jepang. Konon pada saat mulainya pembangunan pelabuhan Benoa itu, ada beberapa pekerja pembangunan pelabuhan itu meninggal yang kemudian ditanam (dikubur) didekat sekitar pura ini tepatnya sebelah selatan Pura Penataran. Disamping ada yang mati ada pula yang mengalami bencana (baik itu karena sakit atau karena kecelakaan), beberapa orang pekerja yang sakit itu ada yang nunas atau memohon keselamatan di pura ini. Mungkin karena merasa permohonannya terkabulkan dan merasa mendapatkan keselamatan dan kesehatan dari pura ini, maka mereka meneruskan rasa baktinya ke pura penataran ini dengan menghaturkan banten atau setidaknya cukup canang sari guna memperoleh keselamatan serta kesehatan. Sejak itu, pura Penataran ini jadi lebih sering di kunjungi oleh para pemedek yang mengharapkan keselamatan dalam bekerja di sekitar Pelabuhan Benoa ini. Selanjutnya ada beberapa unen-unen juga selain Unen-unen Ida Betara Pura Dalem Pakerisan yang lunga ke Pura Penataran ini seperti unen-unen: Banjar Pesanggaran, Banjar Ambengan maupun banjar Gaduh Desa Sesetan. Dalam kesempatan ini pula Bendesa Desa Pakraman Pedungan menyampaikan hal-ihwal mengapa unen-unen Ida Betara Pura Dalem Pakerisan lunga kesini, ini terjadi lantaran bahan mentah (kayu) untuk pembuatan tapel atau prerai unen-unen di Pura Dalem Pakerisan diperoleh dari pohon yang tumbuh di Pura Penataran Pesanggaran ini, sehingga untuk selanjutnya pada saat Pujawali di Pura Penataran ini maka unen-unen Ida Betara Pura Dalem Pakerisan lunga juga sebagaimana halnya pujawali hari ini.

Minggu, 06 Desember 2009

CALONARANG KOLOSAL DI TEGALALANG










Keterangan Foto (dari kiri ke kanan): Bapak Bupati Gianyar asyik menonton saat awal pementasan; Megahnya Tratag atau panggung utama; Tarian para sisya; Suasana magis juga ditampilkan oleh pementasan nyiramang layon yang benar-benar dibawakan oleh seseorang.

Tari Calonarang merupakan tarian tradisional Bali berseting kerajaan di Pulau Jawa, tarian ini sudah biasa dan lumrah dipentaskan diseluruh pelosok desa-desa se antero Bali. Namun jenis tarian Calonarang kali ini yang di pentas secara kolosal oleh Desa Tegalalang di Pura Dalem kauh nampaknya berbeda dengan pentas calonarang lainnya, setidaknya berbeda dalam hal tata panggung dan tata lampunya yang dikemas secara apik dan mengesankan ditampilkan secara kolosal. Pangemong, pemaksan pura Puseh Desa Pakraman Pedungan dan Prajuru Desa Pedungan di undang secara khusus oleh Panitia penyelenggara Calonarang di Desa Tegalalang ini.

Oleh harian Balipost juga telah menyampaikan berita ini sebagai berikut, sumber: Balipost
Pentas calonarang yang dirangkaikan dengan prosesi peyineban Ia Betara di Pura Dalem Kauh Pejengaji-Gagah, Tegallalang yang digelar Jumat (6/11) berjalan lancar dan sarat suasana magis. Ribuan penonton yang sebagian besar juga pengemong Pura Dalem Kauh terlihat memadati panggung tempat pementasan di lapangan yang merupakan laba pura Dalem Kauh, Desa Pakraman Tegallalang. Pentas calonarang ini menampilkan seniman-seniman panggung kenamaan Bali yang dikolaborasikan dengan penari lokal yang merupakan tarian ayah-ayahan oleh karma pengemong. Pemundut Ida Ratu Lingsir Cok Ace yang juga Bupati Gianyar.
Selain dihadiri penonton dari berbagai elemen di wilayah Tegallalang, hadir juga penglingsir puri Ubud, pemedek dari Pedungan, Sesetan, Denpasar serta Muspika Kecamatan Tegalallang serta prajuru Banjar di wilayah Desa Pakraman Tegallalang.
Pentas calonarang ini berlangsung hingga pukul 03.00 wita penuh dengan suasana magis terlebih saat perang tanding antara pasukan unying dengan Ratu Mas Ayu. Pementasan calonarang kolosal yang diliput oleh Bali TV atas permohonan karma Pengemong Pura Dalem Kauh ini, secara umum menampilkan perang tanding penganut ilmu hitam yang disimbulkan dengan Walunatengdirah dengan Taskara Maguna, yang merupakan Pepatih kerajaan Kediri.
Pengemong Pura Dalem Kauh, Dewa Putu Oka mengatakan pemedal Ida Ratu Lingsir, Ida Ratu Mas Ayu dan Ida Betara Ratu Mas Putra Sapu Jagat ini serangkaian dengan pawisik lewat jro Mangku Dalem Kauh serta keputusan pengemong Pura Dalem Kauh yakni Krama Banjar Gagah dan Krama Banjar Pejengaji, Tegallalang. Pementasan kali ini juga didukung para donatur termasuk pengiring tabuh oleh Sekeha Gong Cudamani, Pengosekan Ubud, Gianyar. Sanggar Cudamani merupakan sekeha gong populer dan telah berulang kali pentas di Luar Negeri.

UDG 2009 SE KOTA DENPASAR




Dalam rangka pelestarian budaya leluhur, Pemkot Kota Denpasar menyelenggarakan Utsawa Dharma Gita (UDG) yang pesertanya adalah 4 (empat) kecamatan yakni: Denpasar Timur; Denpasar Selatan; Denpasar Barat dan Denpasar Utara. Ada beberapa jenis lomba yang diacarakan dalam UDG kali ini yang diselenggarakan dalam bulan November 2009, kegiatan ini merupakan kelanjutan dari UDG yang diselenggarakan di masing-masing kecamatan Denpasar.
Kali ini Desa Pedungan merupakan kontestan yang utama mewakili kecamatan Denpasar Selatan, Pada saat itu Desa Pedungan jadi Juara Umum untuk pacentokan (perlombaan) se kecamatan Denpasar Selatan. Dan dalam UDG se kota Denpasar tahun ini Kecamatan Denpasar Selatan menjadi Juara Umum pula. Sekalipun Desa Pedungan sempat merasa kecewa, karena Kidung Dewasa Campuran yang diwakili oleh Desa Pedungan dan diunggulkan untuk mendapat emas namun kenyataannya dalam penilaian akhir hanya mendapat perunggu saja. Penghargaan emas yang diperoleh dalam pacentokan UDG tahun ini adalah 9 buah.

BLIGBAGAN PAGUYUBAN 276


Keterangan Foto (dari kiri ke kanan): Ketut Prad; Kak Kupang; De Kablut; Ajik Brekele dan Wayan Sampik

Kalau di TV-TV sekarang dipenuhi dengan diskusi politik; ekonomi; budaya dan topik-topik lainnya, maka Paguyuban 276 Mhz juga tidak mau kalah. Minggu 6 Desember 2009 sore hari beberapa breakeran mengisi topik diskusi dalam bentuk "Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui Pupuk yang mudah dijangkau dan murah dibeli Petani", breakeran yang tampil saat itu adalah Wayan Sampik, Gung Aji Brekele, Made Kablut/Bungin 9, Ketut Prad dan Kak Kupang.
Prolog diskusi sebenarnya berawal dari obrolan mengenai pengembangan paguyuban 276 melalui peluang bisnis didesa Pedungan. Namun dalam perjalanan diskusi yang dipandu oleh Wayan Sampik dengan Pengarah acara oleh Berkele ternyata membawa topik diskusi lebih ke topik di atas itu yakni Pemberdayaan masyarakat petani di desa Pedungan.
Kak Kupang dalam diskusi pembuka mengajukan kondisi di pasaran hari ini, bahwa harga beras meningkat secara signifikan. Beras lokal Jembrana merk Kereta sebelumnya dijual di pasaran seharga 140 ribu rupiah, sekarang telah mencapai harga 150 ribu rupiah. Hal ini kiranya perlu diintip guna peluang paguyuban 276 untuk menjadi distributor beras lokal atau beras lainnya yang didistribusikan kepada rekan-rekan paguyuban 276 maupun masyarakat desa pedungan. Lemparan ide ini disambut oleh Made Kablut yang mengharapkan Wayan Sampik mau menyambut ide ini untuk dikelola oleh paguyuban 276. Namun oleh wayan sampik ide ini ingin dipertajam lagi yakni ke arah pupuk, yakni bagaimana dengan proses pendistribusian pupuk dari pemerintah ke KUD lanjut ke petani yang melewati Pekaseh (koordinator subak atau kelompok petani di Bali). Yang ditengarai oleh Wayan Sampik ada kejanggalan dalam proses itu? dimana petani di desa pedungan bisa tidak memperoleh pupuk di KUD, namun sebaliknya justru petani-petani di desa sanur justru mendapatkan pupuk di desa Pemogan tetangga desa Pedungan. Di duga dalam proses pendistribusian pupuk ke masyarakat dimonopoli oleh kelompok atau seseorang yang memborong pupuk pemerintah yang seharusnya untuk petani.
Berkele dan Ketut Prad memberikan masukan-masukan tentang kondisi-kondisi yang menyangkut peranan KUD di desa Pedungan dalam pendistribusian beras ini. Konon sejak beberapa warsa ini KUD Pedungan sudah tidak lagi mendistribusikan pupuk langsung ke petani namun tugas ini telah diambil oleh Pekaseh. Artinya pekaseh yang langsung mempetakan kebutuhan pupuk untuk petani di desa Pedungan yang diajukan ke dinas pertanian. Kondisi ini dirasakan aneh oleh Wayan Sampik, karena menurut pemahamannya bahwa tujuan pendistribusian pupuk itu adalah guna memudahkan para petani mendapatkan pupuk serta membantu petani untuk mendapatkan pupuk yang lebih murah.
Bagaimana cara atau langkah yang sepatutnya diambil agar tujuan awal itu tercapai, yakni petani mudah mendapatkan pupuk dan petani juga dapat membeli pupuk dengan harga yang murah? Hal inilah yang menjadi pemikiran bersama bagi breakeran paguyuban 276.

Mungkin ke depan, breakeran paguyuban 276 lainnya dapat memberi pemikiran-pemikiran jernih lainnya yang dapat disumbangkan ke masyarakat di desa Pedungan, kita tungggu pabligbagan berikutnya.....

Sabtu, 05 Desember 2009

WALIKOTA TATAP MUKA DENGAN KRAMA SUBAK KERDUNG

sumber: www.denpasarkota.go.id
Pelestarian dan keberadaan Tanah pertanian dan subak di Kota Denpasar harus dipertahankan. Jangan sampai setiap tahunnya mengalami penyusutan yang dipergunakan untuk peruntukan perumahan atau yang lainnya. Pelestarian subak ini bukan saja menjadi tanggung jawab Pemkot, tapi bagaimana krama subak ikut aktif menjaga dan mempertahankan lahan yang ada di wilayah subak masing-masing. ”Mari kita bersama-sama berupaya melestarikan dan mempertahankan keberadaan subak,” kata Walikota IB. Rai Dharmawijaya Mantra saat tatap muka dengan krama subak Kerdung Pedungan, Jumat (4/11). (Oka)
Untuk mengantisipasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian orang nomor satu di jajaran Pemkot Denpasar ini sepakat dengan krama subak Kerdung agar ijin pengkavlingan lahan agar distop bagi daerah jalur hijau. Selain itu langkah antisipasi yang harus dilakukan krama subak juga jangan cepat-cepat menjual tanahnya. Untuk itu pihaknya melalui SKPD terkait selalu berupaya melakukan pemberdayaan krama subak dengan berbagai pelatihan dan bantuan material. Dan membebaskan lahan pertanian dari pajak ” Untuk tanah pertanian dan jalur hijau Pajaknya telah disubsidi oleh Pemkot Denpasar yang jumlahnya mencapai 2,5 Milyar lebih. Dan melarang pengembang membangun perumahan dilahan pertanian yang produktif namun mengarahkan kedaerah L/C ”ungkap Rai Mantra yang hoby naik sepeda ini. Sembari mengaku Wayan Tama, Pekaseh Subak Kerdung dihadapan Wali Kota Rai Mantra didampingi Camat Densel IB. Alit Wiradana, dan Lurah Pedungan, I Nyoman Lodra mengungkapkan saat ini lahan pertanian yang digarap oleh krama subak berjumlah 250 orang seluas 240 Ha. Luasnya lahan pertanian yang dimiliki krama subak Kerdung menjadikan subak yang saat ini melakukan pola tanam padi mendapatkan predikat subak yang paling luas di Kota Denpasar.

Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar, Nyoman Ambara menyampaikan untuk Subak Kerdung sudah diberikan bantuan pengembangan padi organik seluas 10 Ha, bantuan benih padi, pupuk urea, phoska, petroganik dan para petani pelaksana juga diberikan insentif. Selain itu pihaknya juga membantu benih dan pupuk yang subsidi ganda untuk lahan seluas 70 Ha. Sedangkan bantuan lainnya berupa jaringan irigasi dan membuatkan jalan sepanjang 4 Km dengan lebar 2 m yang peruntukannya untuk mempermudah bagi petani dalam beraktivitas seperti membawa traktor, gabah dan mengangkut hasil pertanian lainnya. Khusus untuk penggarapan jalan hingga saat ini baru selesai 60% yang dikerjakan mulai bulan Nopember dan akhir bulan ini sudah rampung. (Oka)